Soto Ayam Marissa Haque & Ikang Fawzi

Soto Ayam Marissa Haque & Ikang Fawzi
Soto Ayam Marissa Haque & Ikang Fawzi

Cinta Kuliner Indonesia, Ikang Fawzi & Marissa Haque di Tangsel, Banten

Cinta Kuliner Indonesia, Ikang Fawzi & Marissa Haque di Tangsel, Banten
Cinta Kuliner Indonesia, Ikang Fawzi & Marissa Haque di Tangsel, Banten

Gelitik Soto Ambengan: Marissa Haque & Ikang Fawzi

Gelitik Soto Ambengan: Marissa Haque & Ikang Fawzi
Soto Ambengan Marissa Haque Ikang Fawzi

Kuliner Marissa Haque & Ikang Fawzi

Kuliner Marissa Haque & Ikang Fawzi
Kuliner Marissa Haque & Ikang Fawzi

Minggu, 17 April 2011

Soto Ayam Politik Pak Beye: Wisnu Nugroho dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi

Politik

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Wisnu Nugroho

ngeblog di kompasiana tentang pak beye dan istananya dengan semangat, "mengabarkan yang tidak penting agar yang penting tetap penting".

Soto ayam Kegemaran Pak Beye

suatu siang di ruang makan pak beye dengan soto ayam kegemaran/rumgapres

suatu siang di ruang makan pak beye dengan soto ayam kegemaran/rumgapres

apa menu makan siang anda hari ini?

tak usah berkecil hati jika hanya pecel lele pinggir jalan di mana penjualnya umumnya dari lamongan. pecel lele dalam tiga tahun terakhir naik daun karena ternyata mampu menggoyang lidah orang terkaya di indonesia versi forbes asia, 2007. pakical baru pertama kali melihat dan mencicipinya saat menjadi menteri koordiantor bidang kesejahteraan rakyat.

tak usah juga malu kalau ternyata cuma pecel madiun yang walaupun murah-meriah ternyatalah penuh gizi dan manfaat untuk pencernaan kita. bukankah rata-rata dari kia punya keluhan jika hendak ke belakang? hehehe

tak usah juga risih jika masakan rumah hasil olahan isteri atau ibu tercinta yang baik hati seperti nasi plus telor rebus, telor mata sapi, atau telor dadar campur bawang yang menjadi menu makan siang anda.

sesederhana apa pun menu makan siang anda, pasti merupakan bagian dari hasil jerih payah anda dalam bekerja. karena itu, sudah sepatutnya anda bangga. kebanggan juga perlu tetap ada di dada karena ternyata menu makan siang harian kita juga menjadi menu makan siang banyak keluarga di indonesia.

pak beye misalnya. menu makan siangnya ternyata masuk dalam kalangan kita.

suatu siang, pertengahan maret 2006. usai menerima puluhan murid dan beberapa guru sekolah dasar alazar i jakarta di ruang kerjanya, pak beye mengajak tiga wartawan ke ruang makan kecilnya. ruang makan kecil dengan meja makan berkursi enam berada di sisi timur ruang kerja. ruang makan ini tersembunyi karena berada di dalam lorong. pintu putih senada dengan warna tembok ruang kerja menutupinya.

“sudah makan siang belum? mau lihat makan siang presiden?” tanya pak beye.

kami yang ada di depan pak beye celingukkan dan bertanya, siapa gerangan yang diajak bicara. tanpa menunggu jawaban, pak beye mempersilahkan. di dalam ruang makan itu kami tersenyum lebar melihat dan mendengar menu makan siang kesukaan pak beye: soto ayam olahan pemasak istana. ibu budi nama pemasak istana yang pintar dan baik hati itu.

makan siang pak beye disiapkan untuk porsi dua orang dan diletakkan dalam wadah bulat terklasifikasi. ada nasi putih, kuah soto ayam dengan soun, telur rebus terbelah-belah, telur dadar, perkedel kentang, dan ayam goreng bumbu. krupuk kampung, krupuk udang, renginang, berikut sambal hijau dan merah juga terhidang. tidak lupa, tersedia kecap hitam. empat gelas berisi dua air putih dan dua sirup cocopandan juga terhidang.

untuk siang-siang lainnya, menu makan siang pak beye menurut ibu budi juga biasa. ibu budi yang setiap hari belanja di pasar tradisional di dekat istana kerap memasak gado-gado, pecel, trancam, sayur asem, ikan asing, tahu goreng, tempe goreng, empal, dan menu makanan lainnya sesuai pesanan dan keinginan pak beye.

dari sekian jenis lauk-pauk yang bisa dijadikan camilan, pak beye paling suka digorengkan tahu sumedang. jika masih hangat dan ada cabe rawit yang menyertainya, sepuluh butir tahu sumedang bisa dihabiskan. meskipun lahir dan tumbuh dewasa di pacitan, pak beye gemar tahu sumedang yang dikenalnya secara akrab saat ditugaskan di jawa barat sejak lulus dari akabri 1973.

jadi, apa menu makan siang anda hari ini?

menu makan siang saya hari ini adalah urap tempe bacem plus peyek teri yang dijajakan di depan pasar sentul, pakualaman, yogyakarta. di tengah krisis keuangan global (hehehehe apa coba hubungannya), menu makan siang ini terasa lebih nikmat. cuma rp 7.000 plus teh hangat manis.

nyam-nyam-nyam, sluruuup, kriuk-kriuk….



Sumber: http://politik.kompasiana.com/2008/11/21/soto-ayam-kegemaran-pak-beye/

Soto Pak Slamet Gamping Yogya: Mujiyanto dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi

Mujiyanto

Menjadi Geographer dan mengabdi buat Ministry of Health dalam bidang research and development. Interest dalam bidang Spatial epidemiology, GIS, and Remote Sensing. Mencintai olahraga bola, bulutangkis serta music. Selalu untuk tersenyum buat Indonesia tercinta... http://www.mujiyanto.com

Kenikmatan Soto Pak Slamet Gamping, Jogja


13024780271980974978 Wisata kuliner di Jogja, mesti harus mencoba menu makanan ini…yah..Soto…Soto memang ada banyak jenisnya mulai Soto Sulung, Soto Surabaya, Soto Kudus, Soto Banjar, Soto Bandung, Soto Makassar alias Cotto, dan tentunya Soto khas Jogja. Di wilayah Jogjakarta sendiri soto sangat banyak dan memiliki cita rasa yang berbeda juga. Beberapa yang terkenal mungkin adalah Soto Pak Sholeh yang menawarkan menu dading sapinya dan juga Soto Kadipiro yang mengenalkan nama kampung Kadipiro sebagai iconnya.

Namun untuk soto yang satu ini boleh dibilang sebagai salah satu warung soto yang tidak kalah dari warung-warung soto di atas. Menyajikan menu daging ayam kampung, Soto Pak Slamet terletak di dusun Mejing Kidul, Gamping, Sleman (kurang lebih 10 km dari pusat kota Jogja) sangat nyaman untuk dikunjungi. Dengan areal yang luas dengan fasilitas parkir dan musholla dan didukung pemandangan alam berupa areal persawahan sangat nyaman untuk acara keluarga ataupun keluarga.

Soto Pak Slamet dengan satu porsi Rp 6000 sangat terjangkau ditambah dengan menu-menu hidangan pendamping soto seperti perkedel, tempe dan tahu bacem, “dodo menthok” dan lain -lain sangat nikmat untuk dicoba.

1302478127940044092

Menu Soto Pak Slamet dan

Cita rasa yang disajikan sangat terasa di lidah didukung oleh sambal yang kuat pedasnya, sehingga tidak mengherankan kalo warung ini ramai dikunjungi apalagi waktu jam makan siang. Warung yang mulai buka jam 7 pagi ini juga pas buat menu sarapan, apalagi kalo pas cuaca yang dingin, sangat nikmat menikmati soto ini. Beberapa orang ternama di negeri ini juga sudah mampir di warung ini, seperti petinju Chris John, Pak Bondan “Mak nyuss”, dan beberapa artis lainnya.

Salam kuliner kompasiana Jogja


Sumber: http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2011/04/11/kenikmatan-soto-pak-slamet-gamping-jogja/

De Soto yang Bukan Soto: dalam Ikang Fawzi & Marissa Haque



Soto Lemas Jatim

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2008/11/30/soto-lemas-jatim/

September 2000, Hernando De Soto meluncurkan Mystery of Capital. Ekonom senior Peru itu mengolah lebih lanjut argumen Adam Smith yang diluncurkan pada 1779 tentang aset alias kapital. Bagi De Soto, orang miskin sekalipun punya aset. Bahkan, kapitalisasi aset di suatu negara itu jauh lebih besar dibandingkan jumlah investasi asing.

Sayangnya, aset itu terpenjara alias tidak bisa digunakan karena tidak ada keabsahan dari segi legal. Meski mengaku punya tanya 10 are alias 100 meter kali 100 meter persegi, petani di Bali tidak bisa mengagunkan tanahnya ke bank karena tidak punya sertifikat. Wajar mereka dengan cepat melego tanahnya ketika ada pebisnis pariwisata menawar.

Saya tidak tahu apakah Imam Utomo yang menjadi Gubernur Jawa Timur periode 1998-2008 pernah membaca buku De Soto itu. Tetapi, di penghujung masa baktinya yang pertama, ia gencar memprogramkan sertifikasi lahan petani. Di Jatim, lebih dari 50 persen penduduk jadi petani dengan luas lahan rata-rata 0,5 hektar.

Meski mayoritas, petani di Jatim tidak banyak berubah daya ekonominya. Setiap tahun selalu kesulitan uang untuk beli bibit, pupuk, bayar cicilan di warung, dan iuran sekolah anak. Mereka hampir tidak punya modal untuk ekspansi usaha.

Imam Utomo mencoba mencari terobosan agar petani bisa mendapatkan modal. Bank bisa meminjami asal ada jaminan. Petani punya tanah tetapi tidak bisa diagunkan karena surat-suratnya tidak jelas. Maka sertifikasi jadi jawaban.

Petani diberi pinjaman untuk biaya sertifikasi. Bank Jatim diberi tanggung jawab menyalurkan kredit itu. Beragam baliho dipasang untuk menyosialisasikan itu. Baliho terutama bergambar Imam menyerahkan sertifikat kepada salah satu petani.

Sulit tidak menyatakan, Imam sedang berusaha mengaplikasikan pemikiran De Soto. Tetapi, tidak mudah pula menyatakan itu akan berhasil.

Setidaknya, gaung program itu semakin redup di penghujung masa baktinya. Beragam tantangan pada program itu. salah satunya dari oknum petugas pembuat sertifikat. Salah satu buktinya, kepala BPN Surabaya, Khudlori tertangkap tangan oleh KPK saat menerima suap untuk memperlancar pembuatan sertifikat.

Selama orang seperti Khudlori masih banyak di birokrasi, tidak mudah membuat sertifikat tanah. Wajarlah, ide De Soto soal pemberdayaan aset orang miskin jadi lemas di Jatim. De Soto kalah oleh Khudlori.

Sumber: Kris RM, http://umum.kompasiana.com/2008/11/30/soto-lemas-jatim/


Soto Kwali Surabaya Uenak Tenan: Johan Wahyudi dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi


Writerpreneur dan Edu Trainer, Penulis dan Penyunting Buku, Pengajar, Peneliti (PTK),Penerima Beasiswa Kemendiknas Program Doktor, dan Motivator. Senang diundang untuk berdiskusi tentang Penulisan PTK atau Buku. BANYAK MEMBERI BANYAK MENERIMA. HP 0856 251 7895 atau email jwah1972@gmail.com.
Semangkok soto kwali penuh gizi

Semangkok soto kwali penuh gizi

Jika Anda menuju Surabaya melalui jalur Salatiga ke arah Sragen, Anda akan menjumpai sebuah warung sederhana di sebelah timur perempatan Gemolong. Warung makan sederhana itu bernama Soto Kwali Barokah. Apa sih keistimewaan warung itu?

Setiap pagi, berjibun penikmat soto rela antre. Ini disebabkan warung itu menyajikan menu istimewa, yakni Soto Kwali. Selain rasanya yang khas, harga dan rasa tidak sebanding. Bayangkan, hanya dengan uang Rp 1.250, Anda sudah disuguhi semangkok soto kwali daging sapi. Soto yang dimasak dengan arang kayu dalam sebuah kwali. Karena prosesnya alami, rasanya pun juga alami: gurih dan natural.

Tempe goreng yang dibungkus daun

Tempe goreng yang dibungkus daun

Tidak hanya itu. Warung itu juga menyediakan aneka masakan kampung lainnya. Sebut saja tempe goreng bungkus daun. Kalau tempe kedelai berbungkus plastik, kita dapat menjumpai di mana saja. Namun, jarang kita temukan tempe berbungkus daun.

Tahu isi nan penuh gizi

Tahu isi nan penuh gizi

Selain itu, ada juga tahu goring, tahu isi, sate telur puyuh, dan karak (sejenis kerupuk dari nasi). Karena sajian istimewa itu, warung itu sedemikian terkenal di daerah saya. Tak ketinggalan pagi ini. Sambil mengantar anak saya ke sekolah, saya selalu menyempatkan menikmati soto kwali. Eem, nikmat! (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)

Sumber: http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2010/05/29/menikmati-soto-kwali/

Soto Kampanye Pak JK: Iwan Piliang dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi


Pengalaman di dua kota, Martapura, Kalimantan Selatan dan Semarang, Jawa Tengah, bersama JK. Reportase seorang blogger mara bersamanya. Soto Bangkong, sebuah simbol kegigihan berwirausaha, turut disinggahi JK.

WAKTU di jam saya dua puluh menit lagi menjelang pukul 16.00, Rabu, 25 Maret 2009. Perempatan di Jl. A. Yani, Jl. MT Haryono dan Jl. Brigjen Katamso, Semarang, Jawan Tenngah, terasa kian hidup, ketika Jusuf Kalla (JK), Wakil Presiden, hari itu sebagai Ketua Umum Partai Golkar usai berkampanye, membelokkan rombongan yang sedang menuju airport, singgah dulu ke warung Soto Bangkong.

Bangkong bukanlah kodok, sebagaimana lema dalam bahasa Sunda. Bangkong sebuah daerah di kawasan perempatan itu.

JK duluan masuk bersama Ny. Mufidah. Di ruang sebelah kanan, deretan enam meja tampak sudah dikosongkan. Di meja pertama di sebelah kanan, JK duduk, di hadapannya, Muladi, pengurus teras Golkar mendampingi. Di atas meja ada rombongan kerupuk di dalam tatakan plastik merah. Sebuah mangkok berisi tusukan lidi macam sate telur puyuh, mangkok lain ada daging kerang. Ada juga bilah daging ayam. Bilah-pilah lidi berisi lauk mengundang selera. Mangkok-mangkok soto panas datang mengepulkan asap, mengalirkan aroma berbumbu bawang putih goreng, berpotongan kecil hijau daun kucai.

Seorang pria tua membawa baki alumunium, menghidangkan soto di meja JK.

Pria berkaos putih, berkopiah, yang tinggi badannya tidak lebih tinggi dari JK itu, duduk santun diminta JK mendampinginya. Pria itu H. Soleh Soekarno, sejak 1950, telah menjual Soto Bangkong dengan pikulan di sebelah ruang JK menyantap soto petang itu.

“Apa rahasia enaknya soto Bapak?”

JK bertanya kepada Soleh yang duduk di kanannya.

”Resepnya sama saja dengan soto lain, tak ada yang rahasia. Tetapi intinya, kalau kita sudah senang mengerjakan sesuatu, kita harus membagi kesenangan itu dengan orang lain. Mulai dari masak soto sampai melayani pembeli, saya lakukan dengan senang, dengan krenteg, supaya rasa senang itu ikut dirasakan orang yang memakannya,” ujar Soleh.

Saya dengar dialog JK dalam jarak tiga meter.

Sebuah kiat menarik disampaikan Soleh; ihwal menyenangkan orang.

Sebuah meja di belakang JK, diisi oleh rombongan Sekjen Golkar, Sumarsono. Saya bergabung di meja itu. Tak lama kemudian, Soleh berdiri, lalu ke belakang dan datang ke meja kami, membawa baki berisi empat mangkok soto.

Masih melayani sendiri?

“Iya Mas. Saya masih ikut kontrol masakan,” ujar Soleh.

Usia Soleh sudah 94 tahun.

Di balik rambutnya yang memutih menyembul di sela kopiah hitam, mengingatkan saya kepada Colonel Sanders, sosok yang fotonya dipajang di restoran waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC), asal AS itu. Soto Bangkong kini telah pula memiliki gerai lebih di 20 tempat di berbagai kota, tak kalah dengan KFC.

Soleh Soekarno layak menjadi simbol akan wirausahawan asli Indonesia; fokus jualannya, ulet, gigih, sejak lama sudah terbiasa bangun di pukul 02.30 dinihari, meracik bumbu, memasak, memikul dan mendagangkan. Seluruh jurus ilmu berusaha di tangannya.

SEKITAR tiga jam sebelumnya, di saat berada di Bandara Achmad Yani, Semarang, di ruang tunggu saya sempat menyampaikan kepada Ridwan Mustofa, Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), yang kebetulan ikut menyimak perjalanan kampanye JK hari itu.

Saya sampaikan kembali soal kegundahan saya ihwal kriteria pengusaha kepada Ridwan. Di beberapa Sketsa pernah saya tulis soal ini. Kriteria pengusaha, adalah sosok yang memproduksi dan menghasilkan produk dan atau jasa. Sedangkan skala usaha, dapat dilihat dari besaran produk dan atau jasa itu masuk ke pasaran.

Pekan lalu di saat JK mengundang beberapa blogger bertemu dengannya di Restoran Pisa, Jl. Mahakam, Jakarta Selatan , saya sempat bertanya kepadanya; di tengah jumlah pengusaha tak sampai 1,7% dari jumlah penduduk, mengapa kini banyak pengusaha, beralih seakan memproduk-jasakan politik?

“Berpolitik butuh biaya.”

“Lagian PNS, ABRI, tidak boleh berpolitik, jadi banyaklah pengusaha yang mengambil peran itu,” jawab JK.

Jika saja para politikus yang ada, sudah mapan usahanya macam H Soleh Soekarno, pemilik warung Soto Bangkong itu, akan lain ceritanya. Apalagi ia pun sudah melakukan arah pengembangan, dan pembagian hak bagi anak cucunya, agar usaha tetap dapat berlanjut.

Setiap anak Soleh mendapat hak mendirikan cabang restoran Soto Bangkong sesuai jumlah cucu. Misalnya anak dengan 4 cucu berhak mendirikan lima cabang, yakni masing-masing satu untuk anak dan satu untuk masing-masing cucu.

”Jumlah cabang Soto Bangkong tak boleh melebihi jumlah hak tersebut,” ujar Soleh.

Melalui sistem itu, diharapkan sepeninggal Soleh kelak, tak terjadi rebutan di antara anak-anaknya tentang siapa yang berhak meneruskan usaha soto tersebut.

Jika saja sosok-sosok macam Soleh kemudian berada di ranah politik NKRI ini, bisa jadi akan lain corak ranah kehidupan kita. Apakah dengan mengajak singgah makan di Soto Bangkong, JK ingin menyampaikan perihal ini?

Bisa jadi.

Dari buku yang ditulis oleh Hamid Awaludin, mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia itu, saya mendapatkan gambaran, bahwa biaya awal negosiasi perundingan damai Aceh di Helsinki, memakai dana pribadi JK. Hamid menyebut angka mencapai total mendekati Rp 5 miliar memakai uang pribadi JK.

Bahkan Hamid menulis, “Saya tak tahu apakah negara kemudian sudah mengganti uang JK.”

Nah, dalam kerangka kepengusahaan, sebelum berpolitik, keberadaan JK memang sudah macam, H. Soleh, memiliki dagangan sebagai distributor produk PT Astra International bagi daerah Indonesia Timur, antara lain. Usaha keluarga yang dirintis ayahandanya H. Kalla dengan NV Kalla itu, itu kemudian merambah banyak bidang, termasuk manufaktur.

MENJELANG berkampanye di alun-laun Simpang Lima, Semarang itu, rombongan JK singgah di Hotel Santika. Di hotel itu sudah menunggu deretan becak. JK bersama Ny,. Mufidah, naik becak sekitar 200-an meter.

Sebagaimana di Martapura, Kalimantan Selatan di pagi harinya, JK tidak panjang bicara. Di hadapan ribuan massa di udara yang panas, ia lebih banyak berdialog, dan meminta lima orang naik ke panggung.

Bagaikan anchor di televisi JK bertanya, banyak hal. Kepada seoarang pria paruh baya, ia menanyakan mengapa memilih partainya, apa alasannya. Kepada seorang ibu-ibu, ia bertanya bagaimana soal harga sembako.

Seorang anak muda bersandal jepit, berkaus biru diminta JK naik ke panggung. Sosok anak muda itu mengaku pemilih pemula. Anak muda itu menunjukkan simpatinya kepada JK dan partainya, kendati banyak dihujat, tetapi terus bekerja.

“Saya yakin Bapak bisa memberikan pendidikan murah ke depan.”

Harapan anak muda itu, mewakili suara segenap warga.

Di Martapura, Kalimantan Selatan menjelang pukul 11.00 di hari yang sama adegan berkampanye yang sama dilakukan JK. Setelah sempat mampir ke kediaman tokoh agama di Martapura, JK lalu ke Stadiun Barakat. Dari atas panggung, JK, meminta beberapa peserta kampanye ke panggung. Seorang pemuda bertanya tentang keadaan pembangunan jalan yang kini banyak rusak.

Tidak ada kalimat berteriak dari JK. Apalagi udara di Martapura terasa lebih panas dibanding di Semarang.

“Terik matahari ini merupakan berkah, karena daerah ini berada di garis khatulistiwa”

“Karena matahari ini, menumbuhkan tanaman, kayu, beragam, membuat kaya alam yang mengandung kekayaan mineral.”

JK pun menympaikan rencana pemerintah, untuk menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

“Ke depan batubara tidak lagi banyak diekspor, kita akan gunakan membangun industri baja terbesar,” ujarnya JK.

Jika saja langkah-langkah membuat asset sumber daya alam dengan membuat industri turunannya sudah berjalan sejak dulu, dipastikan penyerapan tenaga kerja besar dapat dilakukan. Dan nilai tambah akan membuat volume pemasukan Negara signifikan naik.

Belum ada kata terlambat memang.

Apalagi untuk membangun menjalankan visi, misi seorang pemimpin di negeri ini, bisa jadi ibarat mengeret kambing mandi ke kali; multi partai membuat kebijakan sulit mulus berjalan. Anggota DPR yang acap belum teruji sebagai tokoh tertentu dalam masyarakat, memilki berbagai kepentingan, seakan memberatkan kepentingan negara.

Dalam kerangka pikir demikianlah tampaknya JK memmbulatkan tekad, mengajak masyarakat mendukungnya. Dalam lema saya, jika banyak sosok macam H. Soleh, pemilik Soto Bangkong yang mau berpolitik, maka akan jayalah Indonesia.***

Iwan Piliang, literary Citizen Reporter, blog-presstalk.com

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/03/26/jusuf-kalla-semangkok-soto-dalam-kampanye/

Soto Ayam Mbantul Pak Blo’on: Nirwasita Sakanti dalam Marissa Haque & Ikang fawzi

Kalo saya suka soto ayam. Soto babat juga suka sih, cuma agak membatasi karena bersantan….kalori dan kolesterol tinggi…so, pilihan jatuh ke soto ayam.

(Hampir) setiap pagi saya dan suami mampir ke warung soto ini, soto pak blo’on namanya. Weits, jangan salah, yang njual sama sekali ga ada tampang blo’on, justru tinggi besar gagah.

Soto Pak Blo’on ini awalnya cuma soto gerobak dorong biasa yang suka mangkal didepan Polres Bantul, tapi ternyata rasanya maknyus jadi laris dan akhirnya bisa seperti sekarang ini, makanya kalo kesana, banyak polisi2 yang lagi menikmati soto.

Soto ini jenis yang bening, gurih, dan porsinya lumayan nendang. Tidak pelit bihun, tauge, kol, dan suwiran ayam, dan bisa minta tambahan daging ayam (dengan tambahan harga juga pastinya). Pelayanannya cepat, karena yang nglayani juga banyak. Teh hangatnya disajikan dengan gula batu - kalau saya sih senang dikasih perasan jeruk nipis, jadi berasa hot lemon tea :D oia, warung soto ini juga ngga pelit jeruk nipis. Pasti tersedia penuh di setiap mejanya.

Harganya juga ga nguras dompet, cukup 6500 saja setiap mangkuknya. Laukpauk juga rata2 500-1000 rupiah per item - tempenya maknyus…suami saya suka buanget. Gurih dan mak krenyesss katanya.

Mungkin kapan2 kalau plesir ke Jogja, bisa dicoba soto pak blo’on ini. Letaknya di Bantul, sekitar 15kilo dari kota Jogja, siapa tau ketagihan.

Sumber: http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2011/04/15/soto-pak-bloon/

Gelitik Soto Ambengan: Marissa Haque & Ikang Fawzi

Soto Ambengan Kelapa Gading 1987 Jakarta Utara

12905232411596948514

Dan jika anda berkunjung ke Kelapa Gading , melalui pintu utama ( perempatan menuju Pulo mas, Rawa mangun, Pulo gadung), di Jalan boulevard sebelah kiri berseberangan dengan Apartemen Wisma Gading Permai menuju Mall Kelapa Gading, terdapat Restaurant dengan Menu Khas dengan LOGO GEROBAK SOTO yang dapat menggoyang lidah dan nikmat ciri masakan Indonesia, hasil paduan bumbu semua hasil kekayaan rempah-rempah Nusantara, dan pasti akan membuat kita teringat dan ingin kembali lagi berkunjung.

Soto Betawi yang 'Endang' (Enak-Nendang): Marissa Haque & Ikang Fawzi



"Enak-nendang Soto Betawi"

Mendengar kata ‘Soto Betawi’ pikiran saya melayang ke semangkok makanan lezat bersantan, lengkap dengan potongan daging, tomat, daun prei, bawang goreng, dan serpihan emping yang berenang–renang di dalamnya. Saya termasuk penggemar makanan satu ini. Terutama saat – saat mendung berhujan dimana kita sering mencari makanan hangat.

Salah satu versi soto betawi yang pernah saya coba ada di bilangan Pondok Pinang. Saat beraktivitas di daerah Ciputat Tangsel, saya pernah menyempatkan diri berbelok sebentar dan mampir kesana. Warungnya tidak besar. Tapi suasananya hangat. Warung tersebut sebenarnya adalah bagian depan dari rumah satu keluarga yang sepertinya sudah turun temurun berjualan soto.

Di tempat ini, soto betawi hadir dengan kapasitas maksimal. Porsinya besar, demikian juga dengan potongan dagingnya. Kuahnya agak merah dan diramaikan dengan limpahan potongan tomat yang sangat banyak. Sepertinya setiap porsi soto dihujani dengan dengan satu buah tomat merah besar yang dipotong–potong sebagai penyegar.

Setiap kali makan disana, saya tidak dapat menghabiskan bagian saya sendirian. Makan soto betawi Pondok Pinang memang enaknya dilakukan bersama dengan beberapa kawan. Menciduk soto dari mangkoknya adalah bagian yang paling mengasyikkan. Karena kita tidak pernah kecewa dengan potongan daging, tomat, ataupun emping yang ada didalamnya. Benar – benar memuaskan selera.

Soto Betawi ternyata punya beberapa versi. Selain versi kuah merah cokelat seperti Pondok Pinang, ada juga soto betawi versi putih susu. Ya, yang satu ini memang benar–benar menggunakan susu. Misalnya Soto Betawi H. Ma’ruf yang mangkal sejak puluhan tahun lalu di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini. Soto yang satu ini agak klasik. Karena rasanya memang benar – benar pekat dengan santan yang dicampur susu murni.

Makan soto betawi H. Ma’ruf kurang lengkap rasanya tanpa sate sapi. Sate ini khas sekali. Selain karena diolah dari daging sapi, teksturnya lembut, dan berbumbu pedas. Lazimnya, soto betawi sebenarnya sudah cukup memuaskan untuk dimakan solo alias berdiri sendiri. Tapi godaan sate sapi di tempat ini begitu besar sehingga kami, saya dan keluarga, seringkali makan soto sekaligus satenya secara bersamaan.

Menulis tentang soto betawi, pikiran saya melayang ke soto betawi lainnya seperti di Manggarai, Depok, dan tempat lainnya. Membuat saya penasaran, ada berapa banyak versi dari Soto Betawi di seantero Jakarta ini.